![]() |
Penggunaan Carabiner dalam Rappeling dan olahraga serupa/Istimewa/Pixabay |
MANADOTOURSM.EU.ORG - Dulu saya kira canyoneering dan rappelling itu sama saja—turun pakai tali dari tebing atau air terjun. Ternyata setelah ikut tur wisata outdoor, saya baru sadar kalau keduanya punya dunia yang berbeda. Jadi kalau kamu masih bingung, santai aja, saya juga pernah salah kaprah kok.
Canyoneering (atau canyoning kalau di Eropa) itu lebih mirip “paket lengkap” petualangan alam. Bayangin, bukan cuma turun pakai tali, tapi juga harus jalan kaki menyusuri hutan, berenang di sungai, melompat ke kolam alami, sampai sliding di batu licin. Intinya, rutenya penuh kejutan dan nggak pernah persis sama. Saat saya pertama kali ikut, rasanya kayak gabungan hiking, berenang, dan sedikit akrobat air. Capek sih, tapi puas banget.
Sementara itu, rappelling lebih simpel. Fokusnya cuma satu turun dari ketinggian dengan tali. Bisa dari tebing batu, air terjun, bahkan bangunan tinggi. Kalau di Amerika disebut rappelling, di Eropa dan Australia biasanya dikenal dengan istilah abseiling. Waktu saya coba pertama kali di sebuah air terjun kecil, sensasinya cukup bikin lutut gemetar, tapi tekniknya lebih mudah dipelajari daripada canyoneering.
Kalau soal peralatan, jelas beda. Canyoneering itu ribet harus pakai helm, harness, tali dinamis, sepatu khusus tahan air, wetsuit (kadang neoprene biar nggak kedinginan), sampai pelampung. Belum lagi tas kedap air buat bawa makanan atau HP. Rappelling jauh lebih sederhana: cukup harness, carabiner, descender kayak figure 8, tali statis, plus sarung tangan biar nggak lecet.
Dari sisi risiko, canyoneering jauh lebih menantang. Kita harus siap dengan arus sungai deras, bebatuan licin, dan ancaman flash flood. Kalau nggak hati-hati, bisa kejebak di jalur sempit. Rappelling relatif lebih terkontrol, asalkan tali terpasang dengan benar dan teknik pengereman dikuasai.
Buat pemula, rappelling jelas lebih ramah. Banyak tur operator yang menawarkan pengalaman singkat, bahkan buat orang yang nggak bisa berenang. Sedangkan canyoneering cocok kalau kamu punya stamina oke dan mental siap basah-basahan. Misalnya, tur canyoneering di Umauma Falls, Hawaii, bisa sampai 4 jam karena rutenya panjang dan penuh variasi. Bandingkan dengan tur rappelling di Kulaniapia Falls yang biasanya cuma 2 jam karena fokusnya cuma satu air terjun.
Intinya, canyoneering itu eksplorasi, rappelling itu teknik. Canyoneering butuh kombinasi banyak keterampilan outdoor, sementara rappelling adalah salah satu teknik yang biasanya dipakai di dalam canyoneering. Jadi bisa dibilang, semua canyoneer pasti bisa rappelling, tapi nggak semua yang bisa rappelling otomatis siap buat canyoneering.
Kalau kamu suka tantangan komplit, pilih canyoneering. Tapi kalau pengen mulai dari yang sederhana dan aman, coba dulu rappelling. Apa pun pilihannya, jangan lupa alat keselamatan itu wajib, dan ikut tur dengan pemandu berpengalaman bakal jauh lebih aman daripada nekat coba sendiri.***
Posting Komentar untuk "Perbedaan Canyoneering dan Rappelling, Jangan Salah Kaprah"